KH. SAFRUDDIN NASUTION: Keteguhan Hati Sang Kiai
Terlibat langsung dalam mengurusi orang banyak bukan hal mudah. Setiap
kepala punya gagasannya sendiri begitulah kata orang bijak. Pesantren itu
ibarat masyarakat luas di dalamnya terdapat banyak watak. Begitu pun ide dan
gagasan yg berkembang di dalamnya. Gagasan itu biasanya akan dilontarkan di
meja rapat. Kemudian hasil rapat itu diturunkan jadi implementasi dalam sebuah
sistem yg akan dinikmati secara bersama.
Sama halnya di Al-Ansor, di tangan Buya Saparuddin Nasution
tanggungjawab akan implementasi itu diberikan. Sebagai penanggungjawab
kurikulum ada banyak hal yg berkaitan dengan proses belajar mengajar yg harus
di tanggungjawabinya, mulai dari persoalan penetapan guru mata pelajaran sampai
pada mengurus silabus di setiap jenjang pendidikan mulai dari kelas 1 sampai
kelas 6. Bahkan bukan hanya itu, kadangkala wali murid yg protes tentang
kebijakan-kebijakan tertentu juga dihadapkan kepada beliau.
Saya pun kerap ditugaskan untuk membantu beliau. Hampir setiap ada
tugas-tugas yg membutuhkan pendamping biasanya saya akan satu tim dengan
beliau.
Kendati saya lebih muda namun raut wajah bosan lebih sering terlihat di
wajah saya dari pada di raut wajah beliau. Keuletan dan semangatnya yg tersisa
meski sudah sepuh masih mengalahkan saya yg tergolong masih muda. Beliau sering
berpesan, bekerja itu harus tuntas karena dengan begitulah kematangan seseorang
teruji.
Ikut terlibat mengurus sebuah lembaga yg dibutuhkan bukan hanya
keuletan. Ada hal yg lebih penting dari itu yaitu keteguhan dan ketabahan hati.
Sejatinya setiap kebijakan tidak bisa menguntungkan semua pihak. Di situlah
letak keterbatasan manusia. Sebab hanya Tuhan yg bisa menyenangkan seluruh
makhluk sekaligus. Keterbatasan untuk merangkum semua gagasan pada hakikatnya
bukanlah sebuah kesalahan tapi sebuah keniscayaan. Karenanya beliau tidak
pernah memperlihatkan kekecewaan yg mendalam meskipun kinerjanya tidak
diapresiasi. Dari sini saya belajar keteguhan dan ketabahan hati.
Dalam pergaulannya beliau menampilkan diri sebagai teman yg baik.
Memiliki kepekaan sosial yg tinggi. Beliau membangun hubungan dengan
murid-muridnya sebagai relasi ayah dan anak. Hubungan tersebut merupakan satu
ikhtiyar atau metode untuk menginternalisasi nilai-nilai kemanusiaan kepada
diri seorang santri. Utamanya nilai kepekaan sosial.
Dalam banyak hal terkait pemahaman keagamaan, beliau selalu meneguhkan
ahlissunnah waljamaah dan moderat. Artinya, beliau selalu berusaha untuk
menekankan kepada murid-muridnya agar selalu adil bersikap dan menumbuhkan
kasih sayang di antara sesama karena sesungguhnya rasa kasih sayang itu hadir
disebabkan keadilan sudah ditanamkan mulai dari alam pikiran.
Mari kita sama-sama kirimkan doa kepada beliau, alfatihah.....
Penulis : Dr. Suheri Saputra Rangkuti, M.Pd
